Tuesday, June 12, 2007,6:23 AM
Berita Vimala Dharma Juni 2007
Introspeksi

Hendry Filcozwei Jan


Saat penulis masih kanak-kanak, mendengar kata dokter, sudah terbayang jarum suntik. Bagaimana tidak, setiap sakit, ke dokter, hasilnya pasti disuntik dan diharuskan meminum sejumlah obat. Untung saja tidak sering sakit, jadi agak jarang bertemu dokter.

Sekarang, kunjungan ke dokter (membawa anak ke dokter), tidak sama dengan dulu. Sekarang, pasien hampir tidak pernah disuntik. Bertemu dokter hanya konsultasi, diberi resep, beli di apotek, berikan pada anak. Jarum suntik hanya terlihat kalau anak diimunisasi. Itu pun sekali pakai langsung buang. Beda sekali dengan dulu, jarum suntik dipakai berulang-ulang (tentu saja setelah melalui proses sterilisasi). Hal ini sangat berkaitan dengan masalah penularan penyakit lewat jarum suntik, terutama HIV dan AIDS. Jangan sampai tertular pasien tertular HIV dan AIDS karena penggunaan jarum suntik yang tidak steril.

Sekarang, kalau mendengar jarum suntik, yang terbayang di benak penulis bukan lagi dokter, tapi pengguna narkoba. Salah satu cara penggunaan narkoba, dilakukan dengan suntikan. Kalau sudah termasuk dalam kelompok ini, rasio sudah tidak dipakai lagi. Kalau sudah ketagihan (sakaw), berapa pun harganya, bagaimana pun cara mendapatkannya, atau sterilkah jarum suntik yang dipakai, tidak lagi terpikirkan. Yang penting bisa dapat dan menghilangkan sakaw-nya. “Putaw yang kumau” begitu prinsip mereka, mirip iklan minuman ringan.

Penggunaan jarum suntik bekas pakai dan tidak steril adalah salah satu sarana penularan HIV dan AIDS, di samping seks bebas. Dua hal yang jelas-jelas menjadi hal yang semestinya dihindari oleh umat Buddha. Penggunaan narkoba melanggar sila ke-5, dan seks bebas tentu tidak sesuai dengan sila ke-3 dari Pancasila Buddhis.

Seorang mantan murid les privat penulis, adalah pecandu narkoba. Sungguh berat perjuangan dia sendiri dan orang tuanya agar dia bisa lepas dari jerat narkoba. Untunglah sekarang dia telah bersih dan sering diminta untuk sharing pengalamannya agar orang lain tidak terjerat.

Sebagai Buddhis, sudah selayaknya kita tidak termasuk dalam daftar panjang korban narkoba. Sudah sangat banyak korban yang jatuh, jangan kita tambah lagi. Mudah-mudahan kita semua tidak akan pernah termasuk dalam kelompok ini dan menjadi lebih peduli dengan keadaan sekeliling kita agar orang-orang terdekat kita tidak jadi korban narkoba.

Note:

Buat YF alias M, semoga sharing pengalamanmu menyadarkan teman-teman agar tidak jatuh ke lubang yang sama.




Dandelion

Oleh: Willy Yanto Wijaya

Di suatu sudut pekarangan rumah yang tidak istimewa, hiduplah ibu dandelion. Udara siang yang hangat teriring cericipan burung yang sesekali terdengar pastilah menentramkan setiap relung hati yang mencari pelepasan beban. Rumput-rumput menyibakkan keharumannya yang khas.

Ibu dandelion tampak bahagia. Anak-anaknya yang masih halus terlihat menggelantung pada kelopaknya yang khas. Hempasan angin menerbangkan anak-anaknya, hingga tersisa sejentik halus satu anaknya. Anak dandelion ini berusaha menggenggam erat-erat ibunya, melawan hempasan angin yang ingin menerbangkannya.

Ibu dandelion heran dan bertanya, “Mengapa engkau tetap bertahan di sini, nak?” “Aku tidak ingin meninggalkan ibu,” anak dandelion bergumam, “nanti ibu kesepian, sendirian di pekarangan ini.”

Ibu dandelion tersenyum dan berkata, “Ibu tidak apa-apa. Pergilah, terbanglah jauh ke angkasa, lihatlah dunia yang luas ini, nak...”

“Tidak!”, anak dandelion bersikukuh.

Ibu dandelion kemudian bercerita, “Dulu sewaktu kecil, ibu tinggal di padang rumput yang luas. Angin menerbangkan kami semua. Ada yang hanya terbang sedikit dan jatuh masih di padang rumput, ada yang terbang jauh melewati gunung dan tiba di rimba raya, ada yang menyusuri sungai dan sampai di petak sawah, ada yang hinggap di sayap burung dan terbawa hingga ke negeri nun jauh di sana...” Terhenti sejenak, sambil tersenyum ibu dandelion menambahkan, “Ibu sendiri terbang jauh sekali dan jatuh di pekarangan rumah ini.”

Anak dandelion agak terkesima mendengar penuturan ibunya. “Ibu terbang tinggi sekali, melewati hamparan padang rumput luas yang seakan menyatu dengan cakrawala. Atap-atap rumah tampak kecil di kejauhan. Malam hari, bintang-bintang berkelip menemani perjalanan ibu,” sambil menarik nafas dalam dan memandang angkasa, ibu dandelion bergumam lagi, “perjalanan panjang itu akhirnya berakhir di pekarangan ini. Tapi, ibu tidak pernah menyesali apapun. Ibu bahagia dapat tumbuh di tempat baru ini, pernah terbang melewati bentang alam nan luas, hingga sekarang memiliki anak-anak yang kemudian terbang jauh, masing-masing akan memiliki kisahnya tersendiri.”

“Terbanglah nak, ibu tidak apa-apa di sini. Lihatlah dunia yang luas ini.”

“Ibu.....!!!”

Angin menerbangkan si anak dandelion, jauh...jauh sekali.

“Pergilah nak...engkau akan tumbuh dewasa, engkau akan punya banyak kisah untuk diceritakan kelak,” bisik ibu dandelion dalam hati.




Mengapa Menghindari Narkoba?


Ajaran Buddha sangat memperhatikan masalah psikologis seseorang. Hal ini dapat kita ketahui dari banyaknya ucapan-ucapan Sang Buddha yang berhubungan dengan psikologi (pengendalian pikiran, batin, dsb). Bahkan di dalam Dhammapada (Dharmapada), yang pertama kali disinggung adalah masalah pikiran manusia. Artinya bahwa ajaran Buddha begitu berminat besar dalam hal yang berhubungan dengan pikiran seseorang. Mengapa? Hal itu karena semua kejadian, sebab, dan tindakan manusia dimulai dari pikirannya sendiri. Ketika pikiran seseorang sulit untuk ia kendalikan, maka akibatnya tentu saja akan menjadi kurang baik bahkan mungkin tidak baik.

Salah satu sila (aturan) dalam ajaran Buddha yaitu sila ke-5 adalah berusaha untuk menghindari mengonsumsi makanan yang dapat melemahkan pikiran, termasuk mabuk-mabukan dan narkoba. Mengapa sila itu ada? Jelas sekali bahwa sila itu berhubungan dengan pikiran seseorang. Ketika seseorang makan makanan yang melemahkan pikirannya sehingga ia tidak bisa mengendalikan diri, maka ia menjadi tidak sadar akan perbuatannya (biasanya perbuatannya buruk).

Sila ke-5 dalam Pancasila-Buddhis jika tidak diikuti, akan mengkondisikan seseorang melanggar salah satu dari sila lainnya. Contohnya ketika seseorang menggunakan narkoba, pikiran sadarnya menjadi lebih lemah sehingga sulit untuk mengendalikan diri yang pada giliran selanjutnya akan membuat ia melakukan pelanggaran sila lainnya, mungkin perbuatan asusila, mencuri, melukai/membunuh, atau berbohong/menipu.

Seseorang yang menggunakan narkoba akan menjadi ketagihan sehingga bagaimana pun caranya ia akan berusaha untuk meneruskan menggunakan narkoba. Apalagi narkoba harganya tergolong mahal, sehingga si pengguna narkoba akan berusaha mencari cara mendapatkannya entah itu dengan mencuri uang, merampok, menipu atau cara- cara lainnya yang jelas melanggar sila lainnya dalam Pancasila-Buddhis.

Keburukan-keburukan dari menggunakan narkoba antara lain:

  • Memboroskan uang
  • Mudah menimbulkan pertengkaran atau perkelahian
  • Merusak kesehatan
  • Menjadi sumber noda (nama baik menjadi rusak)
  • Menyeret seseorang untuk melakukan perbuatan yang memalukan
  • Melemahkan daya pikir seseorang

Keburukan-keburukan tersebut sangat jelas dan akan dialami bagi pengguna narkoba (pecandu). Jika dibandingkan dengan minum-minuman keras, narkoba lebih berbahaya karena efeknya langsung ke syaraf manusia yang berhubungan dengan otak. Dan yang berbahaya dari penggunaan narkoba adalah efeknya yang pelan-pelan menghancurkan tubuh manusia karena membuat ketagihan.

Cara agar kita tidak menggunakan narkoba adalah jangan pernah mencobanya, walaupun hanya untuk coba-coba. Coba sadari dan pahami bahwa menggunakan narkoba sangat tidak bermanfaat bagi tubuh dan pikiran kita. Jangan terpengaruh lingkungan dan kendalikan diri sendiri. Jika berada pada lingkungan yang kurang baik, sebaiknya hindari interaksi yang sering dengan lingkungan tersebut karena bisa mempengaruhi pikiran. Cara lainnya adalah mengembangkan kebijaksanaan (pannya/prajna) dan cinta-kasih (metta/maitri). Kebijaksanaa dikembangkan agar kita dapat mengendalikan pikiran kita dan bertindak dengan pertimbangan. Kebijaksaan juga dikembangkan dengan memahami akibat-akibat buruk dari mengonsumsi narkoba. Sedangkan cinta kasih dikembangkan dengan cara merenungkan bahwa kita melaksanakan sila ke-5 agar tidak melukai orang-orang di sekitar kita (keluarga dan teman). Kita tahu bahwa ketika pikiran kita menjadi tidak bisa dikendalikan, kita akan melakukan kekerasan sehingga bisa mengakibatkan teman atau keluarga kita terluka. Walaupun bukan keluarga atau teman kita yang terluka, secara tidak langsung kita akan melukai perasaan mereka jika kita bertindak tanpa pengendalian diri.


Referensi:

Vajirananavarorasa. Pancasila dan Pancadhamma dalam agama Buddha. Sangha Theravada Indonesia.

Buku Dhammapada (Dharmapada)




Narkoba dan Hidup Kita



Narkoba dan alkohol

Ketika kita mendengar kedua jenis kata ini, sebagian dari kita akan langsung memikirkan bahwa narkoba dan alkohol adalah tidak baik, jelek dan negatif. Alkohol dan narkoba pada dasarnya adalah bersifat netral ; tidak baik maupun buruk. Pada awalnya alkohol dan narkoba (heroin, ganja, morfin, paragorik dll) digunakan untuk pengobatan sebagai obat penenang dan penawar sakit. Penggunaan alkohol dan narkotika sebagai obat bius telah dikenal manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam hal ini, narkotika dan alkohol memiliki kegunaan yang baik. Namun , dalam beberapa dekade terakhir ini, narkotika menjadi masalah serius yang menimpa terutama pada kaum muda dan remaja. Masalah ini telah menjadi ancaman hampir di seluruh negara dunia. Dalam hal ini, narkotika dan alkohol memiliki kegunaan yang tidak baik. Baik atau tidak baik dari narkotika dan alkohol tergantung pada niat dan tujuan orang menggunakannya. Setelah bagian artikel ini, kata narkoba yang disebutkan adalah narkoba yang digunakan orang untuk tujuan negatif.

Penggunaan narkoba yang salah telah membuat jutaan orang pada usia muda mengalami penderitaan, hidup dengan hampa dan tidak berarti. Menurut para ahli, pengguna (pecandu) narkoba mengalami penderitaan dan kesakitan yang tiada henti. Para pecandu tidak bisa merasakan kehidupan tanpa narkoba. Ketika mereka mengkonsumsi narkoba mereka akan merasa ketenangan dan kepuasan yang “menakjubkan”, tapi masa-masa itu hanya sementara. Ketika efek narkotikanya habis, mereka merasa kesepian, tidak kuat dan penuh dengan kesakitan. Mereka akan mencari lagi narkoba untuk dikonsumsi. Hari demi hari, tahun demi tahun, mereka akan semakin sulit untuk lepas dari kecanduan tersebut. Dengan berjalan waktu, narkoba akan mengendalikan hidup seorang pecandu. Narkoba yang akan mengatur hidup sang pecandu. Diri sendiri sudah tidak mampu lagi mengatur diri sendiri. Kesadaran akan semakin berkurang, sehingga tindakan tidak berkesadaran akan kerap kali dilakukan,dan kapasitas diri untuk melakukan kejahatan akan meningkat. Bahaya yang mengancam dari penggunaan narkoba adalah ketagihan dan ketika mengkonsumsi, orang tersebut memiliki kesadaran yang rendah. Ada banyak pengaruh buruk dari seseorang yang kecanduan narkoba seperti penyakit mental, gelisah dan ketakutan, tidak bergairah, kehilangan koordinasi tubuh, penghayal, agresif, dan efek fisiologisnya.

Mengapa mereka menggunakan narkoba?

Ada beberapa alasan seseorang menggunakan narkoba. Seorang pengguna narkoba umumnya menggunakannya sebagai jalan keluar untuk suatu masalah yang tidak menyenangkan, frustasi, stress atau sesuatu hal yang tidak dpaat diterima kenyataaannya. Selain itu, bisa disebabkan karena berteman dengan teman yang kecanduan atau melihatnya di media komunikasi, atau karena ada rasa ingin tahu, iseng-iseng aja atau karena didesak dan didorong orang lain. Dalam hal ini, lingkungan, keluarga atau kelompok merupakan faktor yang sangat dominan dalam sikap seseorang untuk menggunakan narkoba. Mereka biasanya adalah orang yang merasa dirinya sangat menderita, sangat kesepian, tidak ada orang yang memperhatikan dirinya atau menggangap pihak lain menyebabkan banyak penderitaan bagi dirinya. Jika diri mereka tidak kokoh dan mantap, maka akan mudah terjerumus terhadap tindakan kekerasan, dan juga jatuh dalam cengkeraman narkotika.


Apa yang harus kita lakukan?

Dalam hal ini, terdapat beberapa sutta, dimana Sang Buddha secara langsung membabarkan Dharma mengenai cara hidup yang benar, hidup berdasarkan Dharma. Khususnya untuk konsumsi minuman keras atau narkoba, Sang Buddha menyampaikan hal ini di Sigalovada Sutta, Parabhava Sutta (sebab-sebab kemerosotan moral ) dan Manggala Sutta (berkah termulia).

Sebagai umat awam atau upasaka-upasika , setelah berlindung kepada Buddha, Dharma dan Sangha, kita memegang lima sila – Pancasila Buddhis. Kita melatih sila untuk menghindari pembunuhan, pencurian, asusila, ucapan tidak benar, dan konsumsi yang menyebabkan melemahnya kesadaran. Antara sila yang satu dengan sila lain saling berhubungan dan saling mendukung. Apabila kita melaksanakan sila pertama dengan baik yang dilandasi dengan perhatian penuh maka sila kedua, ketiga,keempat dan kelima akan mudah dijalankan.

Untuk dapat melatih sila ke-lima, yakni menghindari konsumsi yang tidak berkesadaran (ketagihan atau memabukkan), kita butuh mengembangkan cinta kasih selain berlatih dengan perhatian murni melaksanakan sila yang lain. Mulailah berlatih untuk mengembangkan cinta kasih ke dalam diri kita. Sadar bahwa dengan konsumsi tidak berkesadaran akan membawa banyak penderitaan. Belajar untuk menyadari bahwa konsumsi tidak berkesadaran (narkoba, alkohol, dan sejenisnya) menyebabkan melemahnya kesadaran, ketidaktahuan dan kegelapan pikiran. Sadar bahwa menggunakan narkoba tanpa berkesadaran menyebabkan tubuh akan rusak, mental sakit, menguras kekayaan, kehilangan kalyanamitta. Atau di keluarga akan menimbulkan kesengsaraan, kekhawatiran, kegelisihan bagi suami, istri dan anak-anak. Anak-anak kita akan kecanduan juga , karena mereka belajar dan mengikuti pola hidup kita. Begitu juga di masyarakat.

Setelah melihat dan menyadari hal-hal ini, bahwa penggunaan narkoba yang tidak berkesadaran akan menyebabkan penderitaan bagi banyak pihak (diri sendiri maupun orang lain), maka kita harus bertekad untuk berlatih mengolah diri kita dengan cinta kasih.

Sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh konsumsi yang tidak berkesadaran, aku berkomitmen untuk mengolah kesehatan fisik dan mental yang baik, demi diriku, keluargaku, dan masyarakatku, dengan mempraktikkan makan, minum, dan konsumsi yang berkesadaran.

Aku hanya akan memasukkan barang-barang yang melestarikan kedamaian, kesejahteraan, dan suka cita dalam tubuhku, kesadaranku, dan dalam tubuh maupun kesadaran kolektif keluarga dan masyarakatku.

Aku bertekad untuk tidak menggunakan alkohol atau intoksikan lain, atau memasukkan makanan atau barang-barang lain yang mengandung racun seperti program-program TV tertentu, majalah, buku, film, dan percakapan.

Aku sadar bahwa merusak tubuh atau kesadaranku dengan racun-racun ini adalah mengkhianati leluhurku, orang tuaku, masyarakatku, serta generasi yang akan datang.

(Y.M Thich Nhat Hanh)




Pada point terakhir , kita perlu melihat secara mendalam bahwa kiita menjalankan praktek bukan hanya untuk diri kita sendiri, melainkan juga untuk semua orang. Anak-anak atau teman kita mungkin memiliki kecenderungan untuk terjerat ke dalam narkotika dan alkohol ketika melihat atau mengetahui kita mengonsumsinya. Dan kita tahu bahwa ada jutaan orang telah terjerumus ke lingkaran kecanduan, sehingga adalah penting bagi kita untuk melatih sila ini. Ketika kita telah mampu dan memiliki cara untuk membantu mereka yang kecanduan, maka kita harus membantu mereka agar lepas dari penderitaan. Kita hanya mampu membantu mereka, jika dalam diri kita memiliki kapasitas atau jiwa cinta kasih dan kita telah mempraktek Buddha Dharma . Tentu ini memerlukan waktu dan latihan.


Dalam praktek keseharian, kita harus mampu untuk tidak terpengaruh, bahkan dalam jumlah yang sedikit atas kesenangan narkotika yang berbahaya ini. Bagi mereka yang telah terjerat oleh kesenangan yang merusak ini, cara terbaik dan paling membantu untuk dilakukan adalah berteman dengan orang-orang bijaksana dan menjalankan ajaran Buddha Dharma serta tentu saja mencoba menghilangkan penggunaan obat bius . Seseorang akan kecanduan narkoba, sangat tergantung pada ”kapasitas” diri orang tersebut. Tentunya kapasitas seseorang sangat tergantung pada dirinya sendiri, orang lain atau lingkungan.


Jadi, narkoba dan kita merupakan hubungan dekat. Narkoba akan menjadi ”bagian” dari hidup kita, jika diri kita membiarkan dia ”menguasai” diri kita. Namun, jika kita dapat ”menguasai” diri kita, maka narkoba tidak akan menjadi ”bagian” kemelekatan dari hidup kita.


Untuk itu, kita perlu belajar dan mempraktekkan Buddha Dharma. Untuk belajar dan praktek, kita harus mau menyediakan waktu. Seiring dengan belajar dan latihan kita, mari kita saling berbagi kebahagiaan dari apa yang telah kita praktekkan dan pelajari.




By: ahua (endrawan)








Labels:

 
posted by Vihara Vimala Dharma | Permalink |


0 Comments: