Friday, September 07, 2007,9:28 PM
BeVeDe September 07
 
posted by Vihara Vimala Dharma | Permalink | 0 comments
Thursday, September 06, 2007,9:19 PM
Hal-hal kecil

Sebelum memulai artikel ini, penulis ingin berbagi sebuah kisah inspiratif. Kisah berjudul “Setiap Langkah adalah Anugerah” oleh Barbara Brown Taylor ini penulis dapatkan dari anggota milis Samaggi Phala.

Seorang profesor diundang untuk berbicara di sebuah basis militer pada tanggal 1 Desember. Di sana ia berjumpa dengan seorang prajurit yang tak mungkin dilupakannya, bernama Ralph.
Ralph yang dikirim untuk menjemput sang profesor di bandara. Setelah saling memperkenalkan diri, mereka menuju ke tempat pengambilan kopor. Ketika berjalan keluar, Ralph sering menghilang. Banyak hal yang dilakukannya. Ia membantu seorang wanita tua yang kopornya jatuh dan terbuka. Kemudian mengangkat dua anak kecil agar mereka dapat melihat sinterklas. Ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Setiap kali, ia kembali ke sisi profesor itu dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.

"Dari mana Anda belajar melakukan hal-hal seperti itu ?" tanya sang profesor.
"Melakukan apa?" kata Ralph.
"Dari mana Anda belajar untuk hidup seperti itu?"
"Oh," kata Ralph, "selama perang, saya kira."
Lalu ia menuturkan kisah perjalanan tugasnya di Vietnam. Juga tentang tugasnya saat membersihkan ladang ranjau, dan bagaimana ia harus menyaksikan satu per satu temannya tewas terkena ledakan ranjau di depan matanya.

"Saya belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah," katanya.
"Saya tak pernah tahu apakah langkah berikutnya merupakan pijakan yang
terakhir, sehingga saya belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan tatkala mengangkat dan memijakkan kaki. Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah dunia baru, dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini."
Kelimpahan hidup tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, tetapi sejauh mana kita menjalani kehidupan yang berkualitas.
*****

Membaca kembali kisah ini, membuat mata penulis berkaca-kaca. Apa yang dilakukan seorang Ralph, patut menjadi teladan bagi kita semua. Banyak hal-hal kecil yang bisa kita lakukan, seperti yang dilakukan oleh Ralph. Dalam keseharian, meski termasuk langka, masih ada orang-orang seperti Ralph.

Waktu masih kuliah dulu, pergi dan pulang kuliah, penulis bersama teman-teman naik bis kota. Ada saja contoh nyata melakukan hal-hal kecil, yang mungkin tidak berarti di mata kita, tapi sangat berarti bagi orang lain.

Di tengah sesaknya penumpang bis, ada anak muda yang rela berdiri dan membiarkan orang tua, ibu-ibu (terutama wanita hamil), atau orang cacat untuk duduk. Anda mungkin pernah menyaksikan tayangan iklan rokok yang menggambarkan hal ini.

Ketika melintas di jalan raya dengan motor, penulis melihat pejalan kaki (seorang bapak) berjalan ke arah tengah jalan, hanya untuk menendang (menyingkirkan) sebuah batu ke tepi jalan. Bisa Anda bayangkan, apa yang akan terjadi bila mobil melindas batu dan batu terpental? Batu itu bisa mengenai siapa saja atau apa saja. Mungkin kaca etalase toko, kepala pejalan kaki, atau yang lainnya. Lain lagi kisah yang penulis baca di majalah Senang, majalah yang menyajikan hal-hal unik, langka tapi nyata. Ada profil seorang kakek. Anda mungkin berpikir, kakek itu punya kekuatan super (misalnya giginya mampu mengangkat barang yang berat atau dengan rambutnya beliau bisa menarik mobil).

Ternyata tidak demikian. Kakek itu diwawancara hanya karena “ulahnya” yang tidak lazim. Menurut tetangganya, setiap hari kakek ini menaburkan beberapa genggam beras di halaman rumahnya. Untuk apa? Memberi makan burung-burung gereja! Bagi orang lain, perilaku ini termasuk aneh. Kalau suka memelihara burung, mengapa tidak membeli burung dalam sangkar, sehingga burung itu memang jadi milik pribadi dan suaranya bisa didengar setiap saat.

Sang kakek cuek saja dengan pandangan aneh orang di sekelilingnya. Ia bahagia bisa berbagi sedikit kebahagiaan bersama burung-burung gereja yang hidup bebas. Mirip dengan tradisi fang sen (melepaskan makhluk hidup ke habitatnya) yang sering dilakukan umat Buddha. Bedanya fang sen (fang = melepaskan, sen = hidup, melepaskan makhluk hidup yang dikurung/ tak bebas atau makhluk hidup yang nyawanya terancam menjadi hidangan atau hiasan manusia ke habitatnya), sedangkan sang kakek memberikan makanan untuk burung gereja dan membiarkan mereka terbang bebas.

Masih banyak hal-hal kecil (baik, tentunya) yang dilakukan orang-orang di sekitar Anda. Semoga saja artikel ini bisa menginspirasi kita semua melakukan hal yang sama. Jangan remehkan hal-hal kecil ini. Seperti yang tertulis dalam Dhammapada 121-122:

Jangan meremehkan kejahatan walaupun kecil, dengan berkata: “Perbuatan jahat tidak akan membawa akibat.” Bagaikan sebuah tempayan akan terisi penuh oleh air yang dijatuhkan setetes demi setetes, demikian pula orang bodoh, sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kejahatan.

Janganlah meremehkan kebajikan walaupun kecil, dengan berkata: “Perbuatan bajik tidak akan membawa akibat.” Bagaikan sebuah tempayan akan terisi penuh oleh air yang dijatuhkan setetes demi setetes, demikian pula orang bijaksana, sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kebajikan.

Mari penuhi tempayan kita dengan hal-hal kecil (kebajikan-kebajikan kecil) yang dapat kita lakukan, karena semua hal-hal besar berawal dari hal-hal kecil.

Labels: ,

 
posted by Vihara Vimala Dharma | Permalink | 0 comments
Wednesday, September 05, 2007,9:17 PM
 
posted by Vihara Vimala Dharma | Permalink | 0 comments
Tuesday, September 04, 2007,8:45 PM


Seperti air mengalir

Seperti awan tertiup angin

Kehidupan ini laksana air mengalir

Laksana awan tertiup angin

Oh, kehidupan…

Haruskah ku hidup mengikuti arusmu

Atau haruskah ku lawan arusmu

Dalam langkah ku berkata

Biarlah engkau menghempaskan ku

Namun ku tetap di sini

Terdiam dalam kesadaran dan ketenangan

Yang membawaku dalam kebahagiaan



By: Yulius

Labels: ,

 
posted by Vihara Vimala Dharma | Permalink | 0 comments
Monday, September 03, 2007,9:02 PM


Irit atau pelit, tergantung dari sisi mana kita memandang. Kalau hal tersebut dilakukan orang yang kurang/ tidak kita sukai, kita cenderung memberi label pelit. Sebaliknya jika hal itu dilakukan orang yang kita sukai, dengan semangat kita memberi sebutan irit. Begitu sebuah pendapat yang pernah penulis baca. Dalam kisah yang akan penulis sajikan ini, penulis serahkan kepada Anda untuk menilai.

Ini kisah tentang tetangga di kota kelahiran penulis (sekitar 25 tahun yang lalu) . Cerita ini penulis dengar dari Mama. Keluarga ini (sebut saja DJ), terkenal sangat hemat. Anda mungkin tidak percaya (termasuk penulis yang saat itu masih SD). Saat membangun rumah merangkap toko (ruko) yang mereka tempati, 1 batang paku pun tidak pernah mereka beli. Bahan bangunan lain tentu mereka beli, tapi paku tidak!

Saat itu, penulis juga tidak percaya. Sampai suatu ketika, penulis mendapat kesempatan "magang" di toko mereka. Sebelum pergi sekolah (kalau masuk siang), atau sepulang sekolah (kalau masuk pagi), penulis diperbantukan di toko DJ. Bukan untuk membantu orang tua mencari nafkah, tapi lebih untuk memisahkan penulis dengan adik penulis (yang kalau bertemu sering berantem), dan "menimba ilmu" dari keluarga superhemat yang sering disebut-sebut Mama untuk kami teladani. Dapat gaji? Seingat penulis tidak, hanya dapat makan (yang menurut ukuran penulis sangat sederhana). Atau kadang-kadang dapat hadiah, yang umumnya bukan mereka beli, tapi didapat dari produk sponsor barang yang mereka jual. Kalau dapat buku tulis misalnya, pasti ada tulisan atau gambar produk obat (mereka memang berdagang obat-obatan, tapi bukan apotek).

Setelah magang, penulis baru percaya tentang pembangunan ruko tanpa pernah membeli paku. Dari mana asal paku tersebut? Anda pernah lihat paket yang dikirim dengan kotak dari kayu? Kalau sekarang mungkin mirip kotak/ peti yang berisi jeruk. Setiap menerima paket dalam bentuk seperti ini, semua paku yang tertancap di kotak dilepas dari papan kemudian diluruskan dengan palu (dipukul-pukul perlahan agar paku yang bengkok lurus kembali). Semua paku disimpan. Tabungan paku inilah yang mereka gunakan saat membangun ruko!

Jajan? Selama penulis magang di sana, boleh dikatakan tidak pernah jajan. Mereka hanya makan nasi (sarapan, makan siang, makan malam). Lauk pun tidak banyak, paling 1 atau 2 macam, dan tentu saja masakan sendiri. Tahu goreng dimakan dengan kecap yang diberi irisan cabe rawit, sayur bening, dan sejenisnya. Anak DJ, cowok (lebih kecil dari penulis) bersekolah di sekolah yang sama dengan penulis. Jajan di sekolah? Tidak ada dalam kamusnya (kayaknya tak pernah diberi uang jajan). Pakaian juga sederhana (dijahit sendiri oleh ortu). Sepatu, sandal, dan perabot di rumah, semua serba sederhana. Tapi anehnya, anak mereka (penulis lupa mereka berapa bersaudara), semuanya pintar-pintar. Prestasi sekolah mereka bagus-bagus.

Hemat yang lain? Dalam setiap kemasan obat, umumnya ada kertas berisi keterangan di dalamnya (khasiat, komposisi, dosis, dan lain-lain). Untuk obat yang sudah umum (sakit kepala, batuk, flu,.) kertas ini dikeluarkan dari kotaknya. Untuk apa? Dijadikan kertas pembungkus. Pernah lihat produk misalnya saja cairan pembasmi nyamuk yang memberi hadiah kepada konsumen? Pemberitahuan tentang hadiah hanya berupa stiker di kemasan produk (bukan tercetak di produk). Stiker dikelupas, lalu dipotong menjadi kecil-kecil. Untuk apa? Stiker ini dijadikan semacam isolasi/ selotip untuk merekatkan kertas saat membungkus. Jadi hemat karet gelang. Hadiah produk? Dipakai sendiri atau dijual.

Anda tentu tahu kardus? Kardus direndam dan ini bisa terkelupas jadi 3 bagian. Bagian atas dan bawah yang rata diambil dan dikeringkan untuk dijadikan kertas pembungkus. Sedangkan yang tengah (yang bergelombang seperti bentuk seng) dibuang. Apa alasan Anda minta bungkus bila membeli sesuatu di toko/ warung? Katakanlah Anda membeli sirup obat batuk atau tablet sakit kepala. Setahu penulis, agar tidak terlihat orang saat kita bawa pulang. Hampir pasti bukan takut kena debu karena obat yang kita beli masih dalam kemasan yang tertutup rapat. Dan. seumur hidup penulis, belum pernah melihat barang yang dibeli dibungkus dengan plastik bening, selain di toko DJ, tempat penulis magang.

Dari mana plastik bening ini? Misalkan produk jamu, dari pabriknya, tiap 10 bungkus jamu dikemas dalam 1 kantong plastik bening (bukan kresek lho.). Plastik bekas jamu dan obat lain dikumpulkan. Kemudian kantong plastik ini dibelah (dipotong 1 sisinya dan bagian bawahnya, sehingga berbentuk selembar plastik alias tak berbentuk kantong lagi). Plastik inilah digunakan untuk membungkus seperti halnya kertas.

Itu baru sebagian jurus hemat mereka. Pelit atau irit, terserah Anda menilai. Meskipun hanya sedikit, ada ilmu mereka yang bisa penulis terapkan dalam kehidupan hingga sekarang. Memang tidak banyak yang bisa (boleh) ditiru karena jaman telah berubah. Hidup tanpa TV, hanya makan nasi tanpa jajan, dan beberapa hal lain, "tidak pas" lagi diterapkan penulis (yang hidup sebagai seorang perumah tangga) di jaman sekarang.


Hendry Filcozwei Jan

Labels: ,

 
posted by Vihara Vimala Dharma | Permalink | 0 comments
Sunday, September 02, 2007,8:53 PM
Liputan SPSH

KETIKA API BERTEMU API UNTUK

BERSINERGI POSITIF

(PELAKSANAAN SPSH NUSANTARA 2007 DI PROVINSI

JAWA BARAT)



Majelis Buddhayana Indonesia Provinsi Jawa Barat (MBI Jabar) pada tahun ini kembali menyelenggarakan kegiatan Sejuta Pelita Sejuta Harapan (SPSH) Nusantara yang berlangsung di Monumen Bandung Lautan Api, Tegallega, Bandung. Berbeda dengan penyelenggaraan tahun 2006 lalu yang lebih bersifat intern dan dipusatkan di Vihara Sakyawanaram, Pacet. Pada tahun ini penyelenggaraan SPSH Jawa Barat di Kota Bandung bersifat lebih terbuka.

Semua majelis yang ada di Jawa Barat turut hadir dan meramaikan acara ini. Undangan dimasukkan dalam suara pembaca harian Kompas Edisi Jawa Barat pada hari Kamis, 2 Agustus 2007, sedangkan pada Harian Umum Pikiran Rakyat yang merupakan media cetak terbesar di Jawa Barat, panitia mengikat kerja sama sponsorship, sehingga pada hari Jumat, 3 Agustus 2007 masuk dalam kolom Info Kita dan hari Sabtu, 4 Agustus 2007 masuk dalam salah satu iklan harian tersebut.

Kegiatan SPSH Nusantara 2007 Jabar ini tidak hanya dihadiri oleh umat Buddha dan tokoh-tokoh Buddhis dari kota Bandung saja, tetapi juga dari berbagai kota dan daerah di Jawa Barat yang perkiraannya mencapai sekitar 2000 umat, terlihat umat mulai dari kota Cianjur, Pacet, Bogor, Garut, Bekasi, Rengasdengklok, Cikampek, Karawang, Purwakarta, sampai bagian timur Jawa Barat seperti Indramayu turut hadir pada acara ini. Selain acara, hadirin juga bisa menikmati aneka makanan dan minuman yang dijajakan di bazaar, mulai dari makanan ringan, kue-kue, sampai masakan makanan berat. Peserta bazaar tersebut selain dari beberapa vihara di Bandung, ada juga perorangan bahkan perusahaan dan rumah makan yang turut meramaikan acara ini.

Acara SPSH dimulai pukul 18.30 WIB dengan Ritual Puja Bakti Asadha yang dipimpin oleh Romo Marji Viryananda dari Cikampek dan dengan dituntun oleh Para Bikkkhu Sangha yang berjumlah 12 orang anggota Sangha, diantaranya adalah Y.A. Sasanarakkhita Mahasthavira, Y.A. Dharmamurti Mahasthavira, dan Y.A. Lama Dharmavajra Sthavira.

Setelah prosesi kebaktian Asadha selesai, dilanjutkan penyambutan tamu undangan dengan atraksi Barongsai dan disusul dengan pembukaan oleh MC. Sebagai acara pertama ditampilkan acara khas daerah Jawa Barat yaitu Angklung. Setelah itu Lagu Indonesia Raya dinyanyikan bersama seluruh peserta acara, berikutnya adalah sambutan-sambutan oleh Ketua MBI Provinsi Jawa Barat Romo Setiawan Pryana, Bpk. Edij Djuangari sebagai Ketua V Pengurus Pusat (PP) MBI, dan Y.A. Sasanarakkhita Mahasthavira. Serta sambutan Gubernur yang diwakili oleh Pembimas Buddha Jawa Barat yaitu Bpk. Parjo Darmo Suwito.

Tarian prosesi “Chant of Metta” dari KMB Unpar membuka lanjutan acara, kemudian disusul dengan penyalaan pelita secara simbolis oleh anggota Sangha, Pembimas Buddha, PP MBI, dan MBI Jabar sendiri. Cerita nenek tua yang mempersembahkan pelita bagi Buddha Gautama menjadi bahan renungan yang mengiringi penyalaan pelita Sepuluh ribu pelita di gelas dan ditambah dua ribu pelita kecil ditangan para umat yang hadir dinyalakan pada SPSH Jabar ini Puncak acara berupa Doa bagi Keselamatan Bangsa dan Negara yang dipimpin oleh anggota Sangha Y.A. Lama Dharmavajra Sthavira. Acara yang tidak kalah menarik adalah acara-acara kesenian , seperti KMB Unpad yang menampilkan Paduan Suara dengan lagu “Ehipassiko” dan “We’re Family”. Gelanggang Anak Buddhis Indonesia (GABI) mengisi acara kesenian. GABI Vihara Bhumi Parsija - Cianjur menampilkan tarian Cahaya, sedangkan GABI Vihara Vesantara – Bekasi menampilkan Band Bangkas (musik yang dimainkan dari berbagai barang bekas). Tak ketinggalan pula persembahan dari GABI Vidyasagara VVD yang memadukan nyanyian dengan tarian yang tampil dengan menggemaskan. Acara ditutup pada pukul 9 dengan atraksi 2 barongsai yang bermain akrobatik.

Dalam acara ini selain media cetak yang memasukkan berita liputan pada keesokkan harinya seperti pada Harian Umum Pikiran Rakyat, Galamedia, dan Tribun Jabar, juga ada media elektronik berupa stasiun televisi lokal yaitu Bandung TV juga meliput dan menjadikannya berita pada acara Seputar Bandung Raya.

Oleh: Hermanto Jayawardhana

(Ketua SPSH Nusantara 2007)


Labels:

 
posted by Vihara Vimala Dharma | Permalink | 0 comments
Saturday, September 01, 2007,8:29 PM
Arus Perubahan

Salah satu kenyataan dunia ini yang mutlak adalah perubahan. Apa pun di dunia ini pasti selalu berubah. Kita bisa melihatnya dalam berbagai hal yang terjadi selama ini. Kita bisa melihatnya ke dalam diri kita sendiri. Mungkin kemarin-kemarin kita sedih, sekarang sudah tidak lagi. Atau beberapa hari yang lalu kita senang sekarang tidak lagi. Perubahan juga terjadi bukan hanya pada makhluk hidup yang bisa bergerak, bahkan benda mati pun selalu berubah. Barang-barang yang kita punyai semakin rusak. Batu, mobil, meja, atau apa pun di sekitar kita terus berubah. Entah itu berubah menjadi semakin baik atau buruk, yang pasti segala sesuatu di alam semesta ini selalu berubah!

Di dalam buddhisme, memahami perubahan menjadi tonggak penting bagi pengertian benar. Tiga corak kehidupan dalam ajaran Buddha tak lain adalah perubahan. Ketidakpuasan/penderitaan, ketidakkekalan, dan tanpa diri (yang selalu tetap)—tiga corak kehidupan tersebut semuanya adalah satu kesatuan dalam melihat realita dunia ini. Segala sesuatu adalah tidak kekal, berarti tidak mungkin ada sesuatu/diri (aku) yang selalu tetap, dan pastilah Menimbulkan penderitaan/ketidakpuasan. Jadi tiga corak kehidupan tersebut saling terkait dan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Satu kesatuan tersebut dapat dimengerti jika kita memahami hakikat perubahan.

Perubahan sudah sangat jelas terasa dan seringkali kita alami—sadar atau tidak sadar. Namun, yang perlu kita lakukan adalah jangan dipengaruhi oleh pemikiran pesimis sehingga kita malah tidak berbuat sesuatu karena mengetahui bahwa kebahagiaan itu akan berakhir juga. Kita harus sadar dan berusaha mengontrol pikiran kita agar tidak terikat dengan kebahagiaan, namun bukan berarti tidak merasakan kebahagiaan. Kita bisa ‘menikmati’ kedamaian/kebahagiaan dengan ‘hidup saat ini’ namun memahami dan mengerti bahwa kedamaian tersebut suatu saat akan berubah. Sekali lagi, tindakan kita bukan dibuat menjadi pasif, namun tetaplah proaktif. Tindakan proaktif tersebut tentunya adalah tindakan yang tidak merugikan orang lain dan diri sendiri. Ketika tindakan tersebut merugikan orang lain pasti tindakan tersebut tidak akan membuat diri kita tenang karena membuat kekurangsukaan orang terhadap kita.

Cara menyikapi fenomena perubahan adalah dengan mengontrol pikiran agar selalu sadar, sehingga perubahan tersebut tidak membuat diri kita menjadi menderita. Untuk itulah diperlukan meditasi sehingga kesadaran kita selalu ada dan menjaga pikiran dari pengaruh arus perubahan. Jika meditasi terasa lebih sulit bagi kita yang pemula, pertama-tama untuk mengontrol pikiran agar selalu sadar adalah dengan melakukan renungan. Renungan dapat dilakukan dengan berpikir perbuatan yang sudah lewat, lalu mengambil makna positif dari masa lalu yang mungkin tidak bahagia karena perubahan. Sambil melakukan renungan, pikiran selalu diusahakan untuk berpikir dan berpikir. Sedikit renungan di bawah ini mungkin dapat bermanfaat bagi kita.

Walaupun saat ini saya sedang mengalami ketidakbahagiaan, namun ketidakbahagiaan saya ini akan segera berubah menjadi kebahagiaan. Kebahagiaan akan selalu menyertai diri saya mulai dari saat ini dan setiap saatnya. Kedamaian juga akan selalu menyertai diri saya setiap saat dimulai dari saat ini. Walaupun kebahagiaan dan kedamaian akan berubah menjadi ketidakbahagiaan, saya selalu menyadari bahwa ketidakbahagiaan tersebut akan berakhir dan menjadi bahagia juga. Saya menjadi damai dan mengalami kebahagiaan sejati dengan menyadari perubahan ini. Saya menyadari bahwa dunia ini selalu berubah. Saya menjadi bahagia dan damai dengan memahami perubahan tersebut. Saya selalu merasa bahagia dan damai.

Contoh renungan diatas, walaupun sedikit asalkan seringkali diulang maka akan membawa kebahagiaan dan kedamaian bagi diri kita. Tidak perlu menghapal persis renungan seperti contoh di atas. Intinya jika kita selalu atau sering berpikir tentang kebahagiaan—dengan memahami dan menyadari bahwa dunia ini selalu berubah, maka diri kita akan menjadi damai.

Coba kita andaikan jika dunia ini tidak pernah berubah. Semua dalam keadaan tetap. Maka tidak ada kehidupan. Semua mati dan dunia menjadi tidak indah. Gerak tak lain adalah perubahan. Sesuatu yang bergerak berarti berubah. Tanpa gerakan dunia akan menjadi mati. Di dalam biologi, evolusi adalah suatu perubahan. Perubahan diri dilakukan suatu spesies untuk menjadi lebih baik atau bertahan dari arus perubahan. Seperti itu pula manusia ketika menghadapi sebuah masalah. Ia harus berubah. Diri sendiri pasti dan akan selalu berubah. Ketika bisa beradaptasi dengan perubahan, maka ia pasti bahagia. Untuk bisa beradaptasi dengan perubahan, ia harus bisa memahami perubahan. Untuk memahami perubahan, ia harus dapat mengontrol pikirannya agar selalu sadar. Pikiran harus terus bergerak agar dapat mengikuti perubahan. Gerak pikiran harus diarahkan ke arah positif. Jangan pernah berpikir negatif sekalipun!

Tiga fenomena alam (bisa disebut tiga sifat alam) atau Trilaksana (Sansekerta) atau Tilakkhana (Pali)

Ketidakpuasan/Penderitaan=duhkha(Sansekerta)/dukkha(Pali), ketidakkekalan=anitya (Sansekerta)/anicca (pali), tanpa diri=anatman(Sansekerta)/anatta(Pali).

Labels:

 
posted by Vihara Vimala Dharma | Permalink | 0 comments