Monday, September 03, 2007,9:02 PM


Irit atau pelit, tergantung dari sisi mana kita memandang. Kalau hal tersebut dilakukan orang yang kurang/ tidak kita sukai, kita cenderung memberi label pelit. Sebaliknya jika hal itu dilakukan orang yang kita sukai, dengan semangat kita memberi sebutan irit. Begitu sebuah pendapat yang pernah penulis baca. Dalam kisah yang akan penulis sajikan ini, penulis serahkan kepada Anda untuk menilai.

Ini kisah tentang tetangga di kota kelahiran penulis (sekitar 25 tahun yang lalu) . Cerita ini penulis dengar dari Mama. Keluarga ini (sebut saja DJ), terkenal sangat hemat. Anda mungkin tidak percaya (termasuk penulis yang saat itu masih SD). Saat membangun rumah merangkap toko (ruko) yang mereka tempati, 1 batang paku pun tidak pernah mereka beli. Bahan bangunan lain tentu mereka beli, tapi paku tidak!

Saat itu, penulis juga tidak percaya. Sampai suatu ketika, penulis mendapat kesempatan "magang" di toko mereka. Sebelum pergi sekolah (kalau masuk siang), atau sepulang sekolah (kalau masuk pagi), penulis diperbantukan di toko DJ. Bukan untuk membantu orang tua mencari nafkah, tapi lebih untuk memisahkan penulis dengan adik penulis (yang kalau bertemu sering berantem), dan "menimba ilmu" dari keluarga superhemat yang sering disebut-sebut Mama untuk kami teladani. Dapat gaji? Seingat penulis tidak, hanya dapat makan (yang menurut ukuran penulis sangat sederhana). Atau kadang-kadang dapat hadiah, yang umumnya bukan mereka beli, tapi didapat dari produk sponsor barang yang mereka jual. Kalau dapat buku tulis misalnya, pasti ada tulisan atau gambar produk obat (mereka memang berdagang obat-obatan, tapi bukan apotek).

Setelah magang, penulis baru percaya tentang pembangunan ruko tanpa pernah membeli paku. Dari mana asal paku tersebut? Anda pernah lihat paket yang dikirim dengan kotak dari kayu? Kalau sekarang mungkin mirip kotak/ peti yang berisi jeruk. Setiap menerima paket dalam bentuk seperti ini, semua paku yang tertancap di kotak dilepas dari papan kemudian diluruskan dengan palu (dipukul-pukul perlahan agar paku yang bengkok lurus kembali). Semua paku disimpan. Tabungan paku inilah yang mereka gunakan saat membangun ruko!

Jajan? Selama penulis magang di sana, boleh dikatakan tidak pernah jajan. Mereka hanya makan nasi (sarapan, makan siang, makan malam). Lauk pun tidak banyak, paling 1 atau 2 macam, dan tentu saja masakan sendiri. Tahu goreng dimakan dengan kecap yang diberi irisan cabe rawit, sayur bening, dan sejenisnya. Anak DJ, cowok (lebih kecil dari penulis) bersekolah di sekolah yang sama dengan penulis. Jajan di sekolah? Tidak ada dalam kamusnya (kayaknya tak pernah diberi uang jajan). Pakaian juga sederhana (dijahit sendiri oleh ortu). Sepatu, sandal, dan perabot di rumah, semua serba sederhana. Tapi anehnya, anak mereka (penulis lupa mereka berapa bersaudara), semuanya pintar-pintar. Prestasi sekolah mereka bagus-bagus.

Hemat yang lain? Dalam setiap kemasan obat, umumnya ada kertas berisi keterangan di dalamnya (khasiat, komposisi, dosis, dan lain-lain). Untuk obat yang sudah umum (sakit kepala, batuk, flu,.) kertas ini dikeluarkan dari kotaknya. Untuk apa? Dijadikan kertas pembungkus. Pernah lihat produk misalnya saja cairan pembasmi nyamuk yang memberi hadiah kepada konsumen? Pemberitahuan tentang hadiah hanya berupa stiker di kemasan produk (bukan tercetak di produk). Stiker dikelupas, lalu dipotong menjadi kecil-kecil. Untuk apa? Stiker ini dijadikan semacam isolasi/ selotip untuk merekatkan kertas saat membungkus. Jadi hemat karet gelang. Hadiah produk? Dipakai sendiri atau dijual.

Anda tentu tahu kardus? Kardus direndam dan ini bisa terkelupas jadi 3 bagian. Bagian atas dan bawah yang rata diambil dan dikeringkan untuk dijadikan kertas pembungkus. Sedangkan yang tengah (yang bergelombang seperti bentuk seng) dibuang. Apa alasan Anda minta bungkus bila membeli sesuatu di toko/ warung? Katakanlah Anda membeli sirup obat batuk atau tablet sakit kepala. Setahu penulis, agar tidak terlihat orang saat kita bawa pulang. Hampir pasti bukan takut kena debu karena obat yang kita beli masih dalam kemasan yang tertutup rapat. Dan. seumur hidup penulis, belum pernah melihat barang yang dibeli dibungkus dengan plastik bening, selain di toko DJ, tempat penulis magang.

Dari mana plastik bening ini? Misalkan produk jamu, dari pabriknya, tiap 10 bungkus jamu dikemas dalam 1 kantong plastik bening (bukan kresek lho.). Plastik bekas jamu dan obat lain dikumpulkan. Kemudian kantong plastik ini dibelah (dipotong 1 sisinya dan bagian bawahnya, sehingga berbentuk selembar plastik alias tak berbentuk kantong lagi). Plastik inilah digunakan untuk membungkus seperti halnya kertas.

Itu baru sebagian jurus hemat mereka. Pelit atau irit, terserah Anda menilai. Meskipun hanya sedikit, ada ilmu mereka yang bisa penulis terapkan dalam kehidupan hingga sekarang. Memang tidak banyak yang bisa (boleh) ditiru karena jaman telah berubah. Hidup tanpa TV, hanya makan nasi tanpa jajan, dan beberapa hal lain, "tidak pas" lagi diterapkan penulis (yang hidup sebagai seorang perumah tangga) di jaman sekarang.


Hendry Filcozwei Jan

Labels: ,

 
posted by Vihara Vimala Dharma | Permalink |


0 Comments: