Thursday, October 04, 2007,11:39 PM
Makna di Balik Tradisi

Sebagian besar pemuda vihara kita adalah mahasiswa. mereka datang ke Bandung untuk menuntut ilmu. konsekuensi dari keputusan tersebut adalah mereka harus bisa hidup mandiri, bersedia jauh dari orangtua dan keluarga. sungguh kebetulan, saya adalah orang bandung, jadi tidak perlu jauh dari orangtua. ada suatu kebiasaan yang tidak pernah lepas dari kehidupan keseharian saya. mungkin teman-teman juga melakukan kebiasaan ini ketika berkumpul bersama keluarga tercinta.

Sejak kecil, mama selalu mengajarkan saya untuk berkata "pa, makan" atau "suk, makan" sebelum menyantap makanan yang tersedia di meja makan (suk = panggilan saya untuk adik kandung papa atau istrinya -- sukmeh). tujuan dari kata-kata ini adalah menunjukan rasa terima kasih karena papa telah bekerja keras untuk menyediakan makanan tersebut. hal ini berguna untuk mengingatkan bahwa mereka telah memberikan kesempatan kepada saya untuk terus berkembang dan bertahan hidup. hal ini supaya kelak saya akan ikut teladan mereka. Hal ini menggambarkan bahwa saya harus menghargai mereka yang telah berkorban untuk saya. Walaupun kalimat yang diucapkan sangat pendek dan sederhana bahkan dari luar terlihat sepele, maknanya sangat mendalam. masih banyak hal lain yang dapat kita petik dan renungkan dari kalimat tersebut dan tidak dapat saya tuliskan satu persatu di sini.

Sampai saat ini, kebiasaan tersebut masih melekat pada diri saya. rasanya aneh kalau makan tanpa berucap demikian ketika melahap hidangan bersama keluarga. hanya saja ada sedikit perbedaan dengan ucapanku ketika masih kecil. sampai saat ini, dengan sadar saya berucap dan memaknai kalimat pendek tersebut. Sayangnya, terkadang saya lupa akan makna ucapan ini, terutama ketika sedang kesal atau terburu-buru. Untuk masa yang akan datang, ritual ini akan terus saya lakukan. Waktu terus berlalu dan saya pun akan semakin tua. ritual ini sudah menjadi suatu kebiasaan dan seiring berjalannya waktu, ucapan demikian hanyalah akan menjadi sekadar kebiasaan. suatu saat nanti, karena satu dan lain hal, saya tidak bisa lagi mengingat apa makna dari kata-kata tersebut. saya hanya akan mengucapkan kalimat pendek ini tanpa memaknai artinya. kadang saya berkata demikian hanya untuk mengikuti tradisi saja. kadang saya mengucapkan demikian supaya terlihat peduli. bahkan karena sudah tidak tahu lagi untuk apa saya berkata demikian, mungkin saya akan menolak mengeluarkan kalimat tersebut.

Mungkin teman-teman menerka bahwa saya berpikir terlalu jauh, namun sesungguhnya pemikiran ini muncul dari apa yang saya temukan pada kehidupan sekarang. kenyataan masa kiniā€¦

Analogikan kalimat yang selalu kuucapkan tersebut sebagai sebuah salam. salam yang 'biasanya' dilontarkan oleh keluarga tertentu. atau salam yang selalu terdengar dari sekelompok orang tertentu, misalnya sekelompok orang yang mempunyai kepercayaan yang sama. bayangkan mereka mengucapkan salam setiap kali hendak makan. bayangkan mereka mengucapkan salam setiap mereka berjumpa.

Analogikan juga waktu yang saya alami waktu kecil adalah masa awal. dimana mereka mengerti tentang makna salam yang mereka ucapkan. salam yang manjadi lambang teladan akan kebaikan sesuatu. dan ketika saya tua adalah beberapa tahun kemudian, mungkin ratusan tahun kemudian. ketika itu generasi tentu telah berganti. karena mereka yang hidup di masa awal mengerti makna dari ucapan-ucapan tersebut, tentu kalimat tersebut mereka turunkan pada anak cucunya. bertahun-tahun kalimat tersebut diucapkan tetapi maknanya memudar. generasi berganti generasi lagi, sekarang bahkan maknanya menghilang, walaupun masih ada sekelompok kecil yang mengerti. sebagian dari mereka hanya mengikuti tradisi saja, sebagian lainnya mengucapkan demikian supaya terlihat peduli. dari luar kelihatannya masih baik-baik saja. karena sulit sekali mengetahui isi pikiran seseorang, maka tidak ada yang mempermasalahkan hal ini.


Apa yang saya tuliskan disini adalah skala kecil. untuk skala yang sedikit lebih besar, analogikan kalimat "pa, makan" sebagai suatu kegiatan. suatu kegiatan yang sedari dulu sudah dikerjakan, rutin, bahkan hingga kini. bayangkan suatu kegiatan yang dilakukan tiga kali sehari atau kegiatan yang dilakukan setiap minggu pagi. tetapi bahkan kita tidak tahu maknanya, bahkan sebenarnya kita bingung untuk apa kita melakukan hal itu. ini semua hanyalah sekadar rutinitas yang rasanya aneh kalau tidak dilakukan.

Bisakah kita mengubah mereka kembali ke masa dimana "ucapan" tersebut benar-benar diucapkan dan dimaknai? bisa! caranya dengan mengubah diri kita sendiri.

Oleh : THOMAS

Labels: ,

 
posted by Vihara Vimala Dharma | Permalink |


0 Comments: