Year end sale, yes? You would say no if the product is human!
Akhir tahun ini, alam tanpa kompromi mencuci dan mengobral manusia kepada penjaga akhirat. Fenomena ini terus berulang setiap tahun, seperti tak ada celah untuk memutus mata rantainya. Aneh, apakah alam menganggap ini sebagai tradisi dan hiburan?
Di mata setan [kalau bener ada setan], semua banjir ROB, banjir kiriman, banjir badang plus bonus tanah longsor sepertinya membawa hikmah tersendiri. Bencana ternyata tidak kalah giatnya membantu usaha pemerintah dan pihak lain untuk memberantas kemiskinan. Hasilnya, dengan berkurangnya populasi manusia, angka kemiskinan di negara kita juga menurun drastis [Berkurang 16,5% menurut BPS dan menurut bank dunia berkurang 49,5%]. Ironis.
Kupikir, alam mencuci gudang tentu karena sebagian produknya “kotor”. Akibatnya, karena nila setitik rusak susu sebelanga. Hal yang normal. Kalau makanan kita ternoda muntahan, kemungkinan besar pangan sepiring itu akan kita kesampingkan juga tanpa memandang masih ada bagian yang bersih.
Pertanyaannya, apakah tidak ada harga diskon dengan cicilan ringan untuk mendapatkan kabar gembira ini? Tentu ada, salah satunya dengan konsistensi mencicil keramahtamahan kita terhadap alam dan sesama manusia. Hukum sebab akibat bekerja di sini. Kalau kita ramah terhadap lingkungan, alam pun akan bertindak sebaliknya.
Kita sudah cukup menonton tragedi di bumi, sudah merasakan efek dari kisah ini. Jangan biarkan keegoan dari suara perut meredam suara hati kita. Jangan biarkan keserakahan dan ketidakpedulian membutakan mata hati kita. Mari segera bertindak!
Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah pemerasan air mata ini terulang lagi? Simpulkan dari beberapa fakta berikut.
1. Satu buah pohon mampu menghisap karbon sebanyak 1000 kg karbon setahun. Imbangi pemakaian kendaraan, alat elektronik, dll dengan penanaman pohon sejumlah emisi yang kita keluarkan.
2. Gunakan bola lampu fluorescent yang lebih hemat 40% daripada bola lampu pijar. Tidak mencolok peralatan elektronik, meskipun alat itu dimatikan juga menghemat 40-50% biaya listrik yang harus kita bayar setiap bulannya. Dan ini juga berarti kita menghemat 500 kg emisi karbon yang bersumbangsih terhadap pemanasan global.
3. Kantung plastik membutuhkan waktu 1000 tahun untuk terurai di TPA. Sekitar 300 juta buah kantung plastik dibuang setiap tahunnya di Indonesia. Belum lagi yang dibuang di sungai dan di tempat yang tidak seharusnya menampung sampah. Jadi, pertimbangkan membawa kantung sendiri untuk menampung barang belanjaan.
4. 10 kg kertas koran yang siap dijual di pasar loak membutuhkan 1 buah pohon, yang membutuhkan waktu 10 tahun untuk menjadi besar. Berapa banyak pohon yang sudah ditebang untuk Anda? Pertimbangkan penggunaan teknologi paperless media untuk menyampaikan informasi. Contohnya dengan bertransaksi menggunakan internet banking atau sms banking. 8 miliar transaksi di ATM menghasilkan kertas struk yang menjadi sumber sampah terbesar di dunia. Bila setiap orang tidak bertransaksi menggunakan kertas struk, berarti menghemat satu roll kertas besar yang bisa melingkari garis equator sampai 15 kali.
5. Hematlah penggunaan air. Jumlah air di bumi memang selalu konstan, namun perbandingan air bersih dengan air kotor semakin tidak sebanding.
Apakah Anda menyadari, untuk air urin sebanyak 40cc kita membutuhkan air bersih lebih dari 1 liter untuk membersihkan toilet? Hargailah air yang kita pakai, karena air setetespun sangat diharapkan di tanah yang kekeringan. Jadi untuk mandi, pertimbangkan menggunakan shower. Untuk menggosok gigi, selalu sediakan segelas air untuk berkumur.
6. Tissue yang sudah dipakai tidak bisa didaur ulang. Begitu juga kardus kotor yang ternoda minyak, lemak kue, makanan dan minuman.
Tingkat konsumsi tissue di Indonesia yaitu sebesar 44 miliar lembar setahun. Ini berarti setiap manusia di negara kita memakai 6 lembar tissue per hari. Menghemat pemakaian selembar tissue sama dengan mengurangi sampah kertas sebanyak 7 miliar lembar setahun! Jadi pertimbangkanlah penghematan tissue atau gunakanlah sapu tangan.
7. Pisahkan tempat sampah organik dan non organik berarti membantu mengurangi polusi air, udara dan tanah. Lebih baik lagi bila kita memisahkan sampah menjadi 4 kelas : Plastik, kertas, logam, dan sampah rumah tangga [sisa makanan dll yang hanya membutuhkan 2 bulan untuk menjadi pupuk kompos]
8. Gunakan produk lokal. Karena produk impor menghabiskan bahan bakar lebih untuk sampai di market di sekitar tempat tinggal kita.
Tiada bumi cadangan untuk menampung generasi berikutnya. Bumi seperti apa yang ingin Anda wariskan untuk orang yang sayangi?
Oleh: Surya Zhou
Labels: BVD Februari
Akhirnya tak terasa, tiba bagi kita untuk mengikuti acara Sarasehan kembali, acara dimana pemuda Buddhis berkumpul. Sukabumi menjadi tuan rumah acara Sarasehan dan Temu Karya IV kali ini yang bertema “Tingkatkan Sportivitas, Kreativitas dan Persahabatan dalam Buddha Dhamma”.Berbagai perlombaan sudah siap menantang.
Hari keberangkatan tiba. Kami sempat berlatih untuk beberapa perlombaan. Sebelum berangkat sembari menunggu beberapa teman lain. Kami juga sempat mengadakan puja bakti untuk kesembuhan teman kami yang pada waktu itu sedang sakit. Setelah semua peserta lengkap, kami langsung masuk ke mobil dan berangkat. Sukabumi, kami datang...
Acara pada malam pertama di Sukabumi diisi oleh perkenalan panitia dan peserta penampilan yel-yel dari tiap vihara, dan pembacaan tata tertib.
Hari kedua sarasehan diisi oleh kebaktian pagi, dilanjutkan sarapan. Setelah itu, para peserta berkumpul kembali di depan panggung untuk mengikuti acara pembukaan yang ditandai oleh pemukulan patta oleh Bhante Saddhanyanno. Pada hari tersebut juga diadakan dhammadesana oleh Beliau.
Setelah makan siang, acara dilanjutkan dengan lomba dhammapada dan dhammaduta. Berbagai tema pilihan lomba dhammaduta adalah : Hukum Karma, Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan, Menjadi Dhammaduta, Keistimewaan Ajaran Buddha, generasi Muda Buddhis, Cinta Kasih bagi Kehidupan, dll.
Diselingi snack, dilanjutkan dengan lomba vihara gita. Dua puluh dua peserta telah siap membawakan lagu wajib Kasih Buddha dan 1 lagu pilihan. Terlihat bakat-bakat yang dimiliki oleh masing-masing peserta. Setelah lomba vihara gita selesai, para peserta sarasehan diperbolehkan untuk bersih diri dan menikmati makan malam.
Setelah makan malam, kami mengikuti sharing tentang sportivitas yang diisi oleh Ko Awi dan team-nya. Dalam sesi ini para peserta diajak untuk merenung mengenai “apa yang akan kita lakukan bila esok hari kita meninggal?” Pada sesi tersebut juga dibahas tema sarasehan kali itu “Tingkatkan Sportivitas, Kreativitas dan Persahabatan dalam Buddha Dhamma”. Meskipun beberapa dari peserta sudah cukup mengantuk dan bahkan ada yang tidur, tapi kami tetap mengikuti sharing tersebut. Puncaknya malam itu kami semua membentuk lingkaran dan bersama-sama menyanyikan lagu “Kemesraan”.
Seperti biasa, pada hari ketiga, kami melaksanakan kebaktian pagi. Sesudah sarapan, para peserta sarasehan berangkat menuju GOR yang berada tak begitu jauh dari vihara Dharma Ratna tempat berlangsungnya acara. Berjalan kaki menuju GOR sekalian mengenal kota Sukabumi. Pertandingan basket berlangsung sangat meriah. Terdengar teriakan para supporter menyemangati tim masing-masing. Bahkan ada supporter yang meneriakkan yel-yel-nya sambil menari-nari. Selesai pertandingan basket acara dilanjutkan dengan lomba cerdas cermat yang diadakan bersamaan dengan lomba tenis meja yang berbeda tempat. Sambil menunggu tahun baru tiba, malam itu lima vihara menampilkan kabaretnya, yaitu Vihara Buddha Guna, Vihara Sakyawanaram, Vihara Vimala Dharma, Vihara Widhi Sakti dan Vihara ..... Terlihat kesungguhan masing-masing vihara dalam menyiapkan lomba kabaret ini. Properti yang digunakan tidaklah disiapkan dalam waktu yang singkat. Setelah kelima vihara tampil, panitiapun ikut menampilkan kabaret.
Saat detik-detik pergantian tahun, Bhante Sumanggalo memberikan sebuah renungan tentang orangtua kita, kesalahan kepada orang tua dan perbuatan yang tidak baik untuk dilakukan. Malam pergantian tahun
Labels: BVD Februari
Sebuah artikel bebas yang kutulis tatkala melintasi laut lepas ………
KM. Mabuhay Nusantara ( Belinyu – Tanjung Priok )
Jumat, 17 agustus 2001, pk. 09.55 wdak, MERDEKA !!!
“ Saat langkah tak lagi searah…
Terlalu banyak keinginan tak terbatas … “
Seringkali kita senandungkan lagu tersebut saat sendiri maupun bersama teman – teman, vokal grup kita pun seringkali mendendangkannya. Tapi entah … apakah seringkali pula kita senandungkan makna syairnya dalam pikiran kita. Entahlah … yang jelas saat kutulis ini, syair tersebut sedang bersenandung di dalam pikiranku, dan melalui tulisan ini, semoga anda juga turut bersenandung bahkan melantunkannya di dalam pikiran – pikiran anda.
Awalnya saya pun teringat dengan lirik sebuah soundtrack sebuah film ternama yang dibintangi oleh Whoopie Goldberg. Ya… ‘ Sister Act II ‘….
“ ain’t no mountain high enough … …
ain’t no mountain high enough … … “
Bayangkan di sebuah pentas kehidupan ini, dimana roda kehidupan terus berputar, kita berperan sebagai pendaki gunung dimana tak ada lagi gunung yang cukup tinggi untuk kita daki. Begitu pula keinginan kita. Sepertinya tak ada lagi gunung – gunung kepuasan yang cukup tinggi untuk memenuhi tanha, nafsu keinginan para mahluk. Rasanya masih kurang tinggi …. Begitu selalu !! Ingin mendaki lebih tinggi lagi, namun apa daya gunung – gunung tersebut tak mampu melayani kepuasan kita. Apa benar keinginan kita memang tak terbatas ?
Sebuah rumah memiliki pagar batas sebagai tanda perbatasan dengan tetangganya ; sebuah negara memiliki batas teritorial dengan hukum yang jelas, bahkan cakrawala pun memiliki batas. Bagaimana mungkin keinginan kita tidak terbatas ??
Jika memang demikian adanya, betapa hebatnya keinginan kita … …
Sebuah batas janganlah diartikan terlalu lugas. Adalah suatu perbedaan pandangan bila ada sebuah pernyataan yang berbunyi “ Ruang Tanpa Batas “. Bagaimana sesuatu bisa dikatakan sebagai ruang bila itu adalah tanpa batas. Setidaknya itulah konsep ruang yang kutafsirkan dalam bidang arsitektur yang kugeluti. Bagaimana sesuatu dapat dikatakan sebagai ruang, bila itu adalah tanpa batas ? Dikatakan sebagai ruang justru karena adanya batas – batas tersebut yang membentuk ruang tersebut. Tak perduli walaupun batasnya hanyalah sebuah tiang bendera misalnya, itupun sudah dapat membentuk suatu ruang. Jadi ruang lingkup batas tidaklah sedangkal itu.
Kembali mengenai hebatnya keinginan kita yang tanpa batas tadi. Bukan main bukan bila kita memandangnya dengan batasan ‘batas’ diatas. Lalu dengan pernyataan tersebut, apakah memiliki suatu keinginan adalah sama sekali tidak baik ? Rancu sekali dengan anjuran –anjuran ataupun nasihat – nasihat agar kita selalu menumbuhkan keinginan untuk berbuat baik. Misalnya keinginan untuk membantu orang lain, keinginan melaksanakan sila, keinginan mempraktekkan Dhamma, dsb. Apakah sederet keinginan tersebut juga tidak baik ??
Berpikir secara idealis, saya beropini bahwa satu – satunya keinginan yang perlu kita kembangkan sebenarnya adalah “ Keinginan untuk meredam semua keinginan “. Jadi …. Keinginan berbuat baik pun apa perlu diredam ? Bukan demikian pula halnya. Jika boleh saya istilahkan, keinginan yang perlu kita kembangkan dapat dikategorikan menjadi 2 macam, yaitu keinginan jangka panjang dan keinginan jangka pendek. Keduanya sama baik. Keinginan jangka panjang adalah bagaimana kita berkeinginan untuk meredam semua keinginan yang ada, dan keinginan jangka pendek maksudnya adalah keinginan berkarma baik. Untuk saat sekarang rasanya baik jika kita mengembangkan keduanya secara paralel, mengingat kita adalah mahluk yang masih terikat 12 nidana, dimana panca indera kita masih berperan banyak sehingga rentan menimbulkan pencerapan, kemelekatan, dll.
Oleh karena itu keinginan kita pun harus memiliki batas jika cakrawala ini pun memiliki batas, mengingat kita pun mahluk yang hidup di cakrawala yang terbatas itu. Ya setidaknya kita bisa istirahat sejenak bila satu atau dua gunung kepuasan telah kita daki, dimana satu atau dua keinginan kita telah terpenuhi, karena …
“ ain’t no mountain high enough … …
ain’t no mountain high enough … … “
Labels: BVD Februari, Vegetable soup for our mind