Di antara sembilan planet dalam tata surya kita, hanya bumi yang diberkahi dengan banyak sekali air dalam keadaan cair. Persediaan air di dunia ini berjumlah 1.360 juta kilometer kubik. Air adalah satu-satunya bahan umum yang ada secara alamiah dalam tiga wujud (cair, padat uap) di bumi.
Air tak Pernah Diam
Selama ribuan tahun manusia sudah menyadari pentingnya peranan air sehingga zat ini selalu membangkitkan rasa heran bercampur kagum. Zat ini tidak pernah diam. Air dalam gelas yang tampaknya tak bergerak sebenarnya merupakan dunia air penuh gejolak dalam mikrokosmis, yang sekaligus mengubah kubus es menjadi zat cair, melepaskan sedikit uap ke udara di atasnya serta mengembunkan uap menjadi titik air kecil-kecil pada sisi gelas yang licin.
Tetapi perilaku air justru tetap: seluruh persediaan air tidak bertambah dan tidak pula berkurang. Orang yakin bahwa persediaan air pada saat ini maupun 3.000 juta tahun yang lalu sama. Air didaurkan kembali tak henti-hentinya,dengan digunakan , dibuang, dimurnikan dan digunakan kembali. Kentang yang dimakan semalam mungkin telah direbus dengan air yang berabad-abad yang lalu merupakan air mandi Archimedes.
Asal-Usul Air
Kekekalan air menimbulkan pertanyaan apakah zat ini memang sudah ada pada segala zaman. Apakah sebenarnya sumber semua air pada awal kelam bumi yang muda dan belum mengandung kehidupan apa pun? Para ilmuwan masa kini melihat adanya hubungan langsung dengan teka-teki yang lebih besar, yaitu teka-teki tentang asal-usul bumi itu sendiri. Teori tentang terjadinya bumi yang sudah diterima secara meluas adalah yang dikembangkan pada tahun 1944 oleh seorang ahli teori bangsa Jerman Carl F. von Weizsacker dan kemudian dimodifikasi oleh Gerard P. Kuiper dari Universitas Arizona, AS. Teori ini mengemukakan bahwa matahari berkembang dari awan hidrogen dan helium yang sangat banyak dan berbentuk gas. Dalam awan ini terdapat unsur serta senyawa yang menjadi bahan semua planet dalam bentuk debu halus yang tersebar dan meliputi satu persen dari seluruhnya. Air, dalam bentuk uap dan hablur, adalah salah satu di antara senyawa-senyawa tersebut.
Teori lain menyebutkan bahwa air dari bumi kemungkinan berasal dari luar angkasa. Pendapat ini dikemukakan oleh Dr. Masaru Emoto, ketua dari Institute International Hado Membership (IHM).Menurutnya, lima tahun yang lalu, sebuah asteroid membawa es ke bumi. Para peneliti dari Universitas Hawaii mengukur dan menemukan bahwa beratnya 100 ton. "Setiap tahun ada puluhan juta kepingan es sebesar itu jatuh ke bumi dari ruang angkasa. Apabila kita menghitung jumlah air yang terbawa, orang akan melihat bahwa sangat mungkin asal mula air di bumi berasal dari ruang angkasa. Para peneliti Universitas Hawaii mengatakan bahwa mungkin pada permulaan di bumi tidak ada air dan air muncul di bumi berasal dari ruang angkasa.
Pendapat Masaru Emoto tersebut diperkuat dengan penemuan terbaru. Seorang peneliti dari ilmu fisika Universitas Iowa menyimpulkan bahwa setiap hari ribuan komet berukuran rumah-rumah kecil memasuki atmosfer bumi, dan semuanya dapat dikategorikan planet-planet air. Begitu komet-komet ini memasuki atmosfer, mereka terurai dan berubah menjadi uap air. Foto-foto yang merekam bumi pada saat itu memperlihatkan titik-titik gelap yang dinaungi oleh uap air. Fisikawan, Louis A. Frank mengatakan bahwa mereka menemukan sesuatu datang pada kecepatan dua puluh komet per menit atau satu komet per tiga detik. Dia juga mengatakan tipe komet tersebut terlihat seperti dua buah kamar rumah kecil dan beratnya dua puluh sampai empat puluh ton. Dia mengatakan kepada bahwa ini sepertinya "hujan kosmik" yang halus dapat dianggap satu-satunya sumber air di bumi. Sepanjang sejarah, bumi memang tidak henti-hentinya kedatangan banyak benda-benda luar angkasa. Dan, penemuan sumber air di bumi menambah lapisan lain dari misteri asal-usul manusia.
(Sumber: www.bromotirta.com dari buku: Water, Time Life Library dan www. pureinsight.org)
Diterjemahkan oleh: Surya
Labels: BVD November
Hari sabtu, 20 oktober 2007 sampai dengan hari minggu, 21 oktober PVVD mengadakan makrab (malam keakraban) di Bumi Perkemahan Cikole. Acara ini bertujuan untuk menyambut angkatan 2007 yang merupakan generasi penerus PVVD. Hari sabtu semua peserta berkumpul di VVD untuk keperluan daftar ulang, kemudian kebaktian dan akhirnya semuanya berangkat pada pukul 17.30. Suasana di mobil mulai hangat saat para peserta saling berkenalan dan berbincang-bincang.
Setelah sampai di Cikole, semua peserta di absen dan kemudian makan malam bersama. Lalu, acara yang sebenarnyapun dimulai. Para peserta dibagi menjadi 8 kelompok dan mulai bermain pos-posan. Panitia merancang game-game seru seperti spider web, secret and snake, strategi perang, dll. Esensi game ini adalah agar peserta dapat memahami arti kerja sama dan dapat bekerja sama dengan baik setiap saat. Acara pos-posan berakhir sekitar pukul 02.00 dini hari. Selanjutnya merupakan acara terhangat dari rentetan acara makrab yaitu acara api unggun. Para peserta mengelilingi api unggun sambil menyanyikan lagu mars PVVD. Sekitar pukul 03.00, para peserta mulai tidur.
Pagi harinya, para peserta melaksanakan kebaktian, sarapan dan kemudian dengan semangat yang menyala-nyala (terutama kelompok 2 dengan motto “CIA YO!”) memulai hiking. Semua peserta melalui medan berat dengan kerja sama yang solid di tanjakan maupun turunan. Selama perjalanan beberapa peserta dengan riangnya menyanyikan lagu-lagu favoritnya. Cukup menyenangkan walaupun nafas sudah ngos-ngosan. Setelah acara hiking, para peserta kembali ke kemah
Kemudian, ketua PVVD, Joni Wintarja memberikan sambutan dan penjelasan mengenai PVVD. Selanjutnya para peserta menerima penjelasan mengenai divisi-divisi PVVD dari para panitia. Setelah itu, acara bebas dimulai. Para peserta disuguhkan berbagai game menarik. Acara dilanjutkan dengan pembagian hadiah untuk pemenang games dan beberapa kelompok dari beberapa criteria. Akhirnya, acara berakhir dengan kejutan ulang tahun untuk teman-teman yang berulang tahun di bulan oktober ini. Tidak lupa foto bersama. Para pesertapun kembali ke Bandung dengan pengalaman yang tak terlupakan.
Labels: BVD November
Setiap membuka mataku di pagi hari, aku bersyukur masih bisa hidup hari ini. Menarik nafas sejenak dan mulai berfikir akan rencana aktivitas kuliah, menyelesaian tugas laporan, dll. Waktu berlalu begitu cepat sekali. Matahari yang baru terbit sudah mulai tenggelam. Menandakan hari menjelang malam. Setelah beraktivitas seharian, pegal-pegal di sekujur tubuh mulai terasa. Otak yang terus digunakan mulai lelah. Saatnya menemani kasur yang empuk dan tertidur pulas.
Di kala tubuh mulai kelelahan, rasa sakit pun mulai menggerogoti badan. “Sakit”, iya sakit. Sakit adalah suatu penderitaan yang sering kita rasakan. Beberapa waktu yang lalu, aku sempat drop dalam hal kesehatan. Ketika rasa sakit telah menyerang sel-sel tubuh, hidup serasa tiada makna. Hanya meratap kesakitan yang amat sangat.
Waktu itu, aku sempat dirawat beberapa jam di UGD Boromeus. Aku tergapai lemah di atas ranjang. Ketika itulah, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Ku rasakan dengan penuh kesadaran, setiap kesakitan yang menerjang tubuh. Luar biasa!!!. Rasa sakit memang luar biasa, karna membuat seluruh pikiranku terfokus pada rasa sakit yang ku rasakan.
Tiba-tiba,… terdengar jerit tangis dari salah satu sisi di ruang UGD. Ternyata terdapat pasien yang meninggal dunia. Aku mulai merinding. Dan berfikir sejenak di dalam hati. Hidup manusia cukup singkat. Aku tidak tahu kapan aku harus pergi meninggalkan tubuh ini. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok, atau 5 menit lagi. Aku bisa meninggalkan tubuh ini kapan-kapan saja. Aku harus bisa mengisi hari-hariku dengan aktivitas yang berguna. Aku mulai teringat kata-kata Master Cheng Yen, seorang tokoh yang ku kagumi. Master mengatakan ada dua hal di dunia ini yang tidak bisa kita tunda. Berbakti pada orang tua dan berbuat kebajikan. Iya…. Benar. Benar sekali. Teringat pada orang tua, seperti yang dikatakan dalam sutra bakti seorang anak. Budi orangtua sangat luas sekali. Sungguh sulit membalasnya. Aku selalu berdo’a dan berharap agar orangtua ku dapat hidup dengan sehat, damai, bahagia. Berbuat kebajikan selagi masih memiliki kesempatan untuk berbuat kebajikan. Mengisi hari-hari dengan aktivitas yang bermakna adalah suatu berkah tak ternilai. Sedetik demi sedetik yang dilalui akan penuh berarti bila digunakan dengan sebaik-baiknya.
Sekedar sharing pengalaman,…aku melihat sendiri seorang temanku yang menderita demam berdarah. Trombositnya turun hari demi hari. Ia tak berdaya atas kesemuanya. Tubuhnya menjadi terlalu lemah. Sampai-sampai harus di infus dan disuapin ketika makan. Juga dua orang seniorku di Vihara yang meninggal beberapa waktu yang lalu, aku berfikir sejenak. Betapa ini merupakan suatu warning bagi kita untuk menyadari bahwa kita-kita yang masih memiliki kesehatan yang baik, fisik yang masih kuat untuk memanfaatkan setiap waktu yang kita miliki dengan hal-hal yang positif. Tatkala untuk bernafas saja kita memerlukan alat bantu, tatkala kita harus di infus, tatkala kita tergapai lemah,… kita tidak bisa berbuat banyak. Kita hanya akan meratapi kesakitan. Dan ketika waktu untuk meninggalkan tubuh ini telah tiba,… kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dan kita akan mulai menyesali waktu yang telah kita sia-siakan. Waktu adalah hal yang sangat berharga. Teringat pada kata-kata papaku yang selalu berprinsip, ketika berfikir untuk berbuat, segeralah berbuat. Maksudnya di sini, ketika kita berfikir untuk berbuat kebajikan, lakukanlah segera.
Terlahir menjadi manusia adalah suatu berkah tak ternilai. Berkalpa-kalpa karma baik telah dikumpulkan untuk terlahir menjadi seorang manusia. Dan sekarang karma baik itu telah membuahkan hasil. Akankah kita mensia-siakan nya ?. Waktu yang tersisa tidak banyak lagi. Seperti kata-kata renungan yang pernah ku baca, “Hidup manusia tidak kekal”, Bersumbangsihlah segera di kala masyarakat membutuhkan anda. Lakukanlah segera selama anda masih bisa melakukannya. Sebuah renungan yang cukup bermakna bila ditelusuri dan diresapi secara mendalam.
Labels: BVD November, Vegetable soup for our mind
Anda mungkin pernah mendengar istilah "ilmu padi" yang diartikan makin berisi, makin merunduk. Orang diharapkan meneladani ilmu padi, makin berilmu, makin merunduk. Makin merendah, tidak sok jago.
Demikian pula salah satu sifat air yang penulis lihat. Bukan karena makin berisi (makin hebat) saja, air merendah (dalam artian mengalir menuju ke tempat yang lebih rendah). Meski hanya setetes, tetap saja menetes ke bawah karena pengaruh gravitasi. Air selalu bergerak ke tempat yang lebih rendah, begitu salah satu sifat air yang diajarkan guru saat masih SD dulu.
Itu salah satu sifat air yang bisa diteladani. Mengajarkan kita selalu "low profile". Tidak sombong, apalagi bertindak semena-mena, seperti kesadisan yang sedang dipertontonkan junta militer Myanmar. Aksi damai bhikkhu dan rakyat Myanmar untuk perbaikan negerinya, malah disambut dengan tembakan peluru tajam. Banyak rakyat dan bhikkhu yang terbunuh. Akses informasi keluar dan masuk ditutup, tetapi tetap saja foto sebagai bukti kekejaman tentara Myanmar tersebar ke dunia (penulis menerima kiriman email dari teman berisi 16 foto korban kekejaman supersadis junta militer Myanmar, termasuk bhikkhu jadi korban). Betapa sadis tindakan tentara menghadapi aksi damai.
Kekerasan junta militer menarik simpati dunia. Demo di mana-mana menuntut agar kekerasan segera dihentikan. Semoga dengan bantuan organisasi dunia seperti PBB, kekerasan di Myanmar segera bisa berakhir. Rakyat bisa hidup lebih baik setelah puluhan tahun hidup dalam tekanan.
Kembali ke soal air. Air, terlihat sangat lembut. Tapi dalam jumlah besar (dalam hal ini, perjuangan rakyat Myanmar dan dukungan orang-orang dunia yang cinta damai), akan jadi kekuatan mahabesar. Semoga kekuatan "air bah" ini akan bisa mengubah keadaan (junta militer tersingkir), atau setidaknya terbentuk pemerintahan yang lebih baik daripada pemerintahan yang selama sangat represif.
Hendry Filcozwei Jan
Labels: BVD November, Introspeksi